Sejarah Hari Ibu di Indonesia
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran[6] yang sekarang berfungsi sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl. Brigjen Katamso. Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia, R.A. Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa. Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938.[7] Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate. Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini. Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung. Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1946. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa. Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari. |
Sumber : Wikipedia Indonesia
Puisi Untuk Bunda
Bunda
Kau kuat menanggung beban kandungan
Sembilan bulan
Bunda
Kau sabar membiarkanku berada di sana
Hingga proses kelahiran
Bunda
Kau saksi betapa sakit persalinan
Batas tipis hidup mati yang kau taruhkan
Bunda
Saat tangis mungilku terdendangkan
Berderai tangis harumu beriring senyum kebahagiaan
Bunda
Bayi itu kau selimuti kasih sayang
Dengan perasaan tulus tak terbantahkan
Bunda
Kau saksi pertama aku berceloteh mungil
Saksi pertama langkah-langkah kecil
Bunda
Caramu indah dalam membesarkanku
Meski harus menempuh liku-liku
Bunda
Saat dewasaku
Tak ingin ku menjadi saksi beribu pilumu
Bunda
Aku ingin kau senantiasa bahagia
Meski dalam sahaja
Bersama lelaki tercinta
Yang biasa kusapa ayahanda
Bunda
Aku ada
Oleh : Cucuharis
Bunda
Kau kuat menanggung beban kandungan
Sembilan bulan
Bunda
Kau sabar membiarkanku berada di sana
Hingga proses kelahiran
Bunda
Kau saksi betapa sakit persalinan
Batas tipis hidup mati yang kau taruhkan
Bunda
Saat tangis mungilku terdendangkan
Berderai tangis harumu beriring senyum kebahagiaan
Bunda
Bayi itu kau selimuti kasih sayang
Dengan perasaan tulus tak terbantahkan
Bunda
Kau saksi pertama aku berceloteh mungil
Saksi pertama langkah-langkah kecil
Bunda
Caramu indah dalam membesarkanku
Meski harus menempuh liku-liku
Bunda
Saat dewasaku
Tak ingin ku menjadi saksi beribu pilumu
Bunda
Aku ingin kau senantiasa bahagia
Meski dalam sahaja
Bersama lelaki tercinta
Yang biasa kusapa ayahanda
Bunda
Aku ada
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar